Hanya Aku yang Berharap Berlebihan

Kalau dikata, hari ini sebenarnya di satu sisi membahagiakan. Di sisi lain, sangat menampar kenyataan ya.

Mau bagaimana lagi, namanya juga untuk memastikan perasaan sendiri itu merepotkan. Apalagi, aku enggan untuk langsung menyimpulkan begitu saja. Nyaris aku terburu-buru dan berakhir fatal untuk jangka panjang, meski mungkin akan ada nilai lain jika tindakan itu aku lakukan.

Mungkin lebih ke nyaris menggunakan 5-Seconds Rule di tempat yang salah? Entahlah. Di satu sisi akan ada sebuah sense of certainty jika aku melakukannya, tetapi aku tidak bisa membayangkan repercussions yang akan terjadi dengan kondisi lapangan yang ku hadapi kala itu.

Hal yang harus aku sadari pertama adalah saran Winda saat aku berbicara dengannya secara personal sangatlah valid. Sebagai orang yang hidup di negeri yang disebut kepingan surga, penting untuk memperhatikan penampilan. Sebagai orang yang abai dengan penampilan, realita sungguh sangat menjengkelkan ya.

Hal kedua yang aku perhatikan, dan sebagai sebuah ketukan kenyataan, adalah bahwasanya saat menyukai seseorang, kita juga harus memahami keluarganya. Inilah kenapa aku bilang nyaris fatal. Ayahandanya hadir. Percakapan aku dengan beliau sewaktu di tempat secara pribadi aku tidak ingin mengklaim bahwasanya hangat meski aku merasa demikian, tetapi aku berharap bisa menerima undangan beliau untuk berkunjung ke daerah beliau kemudian hari.

Hal ketiga terkait hari ini adalah kala bercakap dengan seorang junior tiga angkatan di bawahku. Seperti biasa, percakapan para lelaki di tongkrongan digambarkan dengan sebuah alur sederhana: topik umum --> menjurus ke arah romansa --> kisah nabi-nabi --> filosofi kehidupan. Kali ini pembahasan berakhir kala membahas filosofi terkait kisah Nabi Khidir.

Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.

Di saat aku mengetikkan ini, aku menyadari mungkin yang terjadi kala pagi itu adalah hal terbaik. Aku kesal, kecewa dengan aku tidak bisa mengutarakan maksudku kepada UIS, tetapi aku rasa menilik percakapanku dengan MDZW perihal kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, yang terjadi pagi hari ini adalah hal terbaik. Kalau aku gegabah menerapkan aturan 5 detik, mungkin sudah kacau hubungan persahabatan yang dijalin selama 5 tahun ini (atau memang aku tidak bersungguh-sungguh dengan 5 detik yang aku bahkan ajarkan?). Masa mau mengulang insiden merusak hubungan yang telah dijalin? Kan konyol gitu. Aku mungkin terlalu trauma untuk memikirkannya lagi.

Menyesal? Aku yakin akan ada penyesalan. Satu atau keputusan lain, pasti ada penyesalan tersendiri. Mungkin, aku akan puas jika sudah mengutarakan hatiku dengan jujur, tetapi aku akan menyesal kehilangan orang yang bisa dibilang terpercaya selama ini. UIS sendiri adalah wakil departemen yang aku maksud di cerita Perkuliahan: Jika Aku Bisa Bertemu Kamu 4 Tahun Lagi. Di sisi lain, sekarang aku akan meratapi keputusanku untuk tidak bersuara. Sayang ini bukan USA yang lebih liberal. Aku hidup di negeri di mana nilai moral ground masih sangatlah kuat, dan aku rasa keputusan ini lebih bijak untuk jangka pendek.

Toh, perasaan akan berlalu, dan mungkin saja hanya kesepian yang salah tafsir 'kan? Daripada merusak hubungan yang sudah terlalu lama dirajut dengan baik, lebih baik menerima sakitnya saja 'kan?


Sebenarnya enggan sih untuk merasakan sakit seperti ini lagi, tetapi mungkin aku bisa gunakan energinya perlahan ke arah positif dan berguna, misalnya menyelesaikan laporan dan tesisku sendiri. Aku akan menyesali menggunakan blog publik sendiri untuk diary, tetapi aku tidak akan menyesal aku telah menuliskan perasaanku sendiri.

Setidaknya, biarkan hidupku berjejak, meskipun sedikit.


Catatan tambahan:

Aku tidak menduga UIS dan CSA satu jurusan, mungkin aku yang amnesia ya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[HOAX] Pesan Juru Kunci

Daftar Enzim Pencernaan, Letak dan Fungsi

Typeform : Membuat Formulir dengan Mudah!