Tamat dalam 30 Hari
Bismillah.
Sebelum mulai, kosongkan gelas air pikiran dan luruskan niat kalian. Maksudnya biar seluruh manfaat seminar bisa masuk dengan tenang.
Kalau dikatakan menulis novel dalam 30 hari, apakah yang pertama muncul dalam benak kalian? Omong kosong? Mustahil?
Oke, wajar jika kita merasa menulis novel dalam 30 hari adalah tidak masuk akal. Mengacu kepada manuscript agency [1], dapat dikatakan bahwasanya menulis novel sekurang-kurangnya adalah 40.000 kata. Jika kita bagi itu menjadi 30 hari, berarti sekurang-kurangnya kita menulis 1.334 kata per hari.
Oke, wajar jika kita menganggapnya gila kan?
Sekarang, kita akan mencoba membalikkan kegilaan ini dan membuatnya sangat memungkinkan! Bongkar resep menulis 30 hari dimulai!
Saya akan mengutip kalimat Andrea Hirata di Tempo [2]:
"Biasanya saya menulis hanya dalam waktu hitungan minggu. Bukan karena saya pintar menulis tapi karena sistem bekerja saya begitu, kebanyakan risetnya. Tapi memang setiap menulis buku saya sering banyak menghabiskan waktu untuk riset. Waktu itu habis 90 persen untuk riset dan 10 persen untuk menulis.”
Perhatikan kalimat di atas. Menulis hanya dalam hitungan minggu, yang artinya ya anggap lah 30-90 hari alias 1-3 bulan untuk setiap karya. Namun, di sinilah kita membongkar resep pertama dalam menulis 30 hari: RISET.
Oke, saya tidak tahu bagaimana dengan teman-teman, namun saya yakin kemungkinan sudah banyak yang membaca tentang “riset” ini. Tidak hanya itu, “riset” merupakan salah satu kalimat pamungkas di kalangan penulis.
Pertanyaan buat para peserta:
“Apa itu RISET menurut kalian?”
Pemahaman istilah “riset” cenderung merujuk pada hal-hal yang mengarah kepada akademis seperti yang tertulis di [3].Padahal, yang dimaksud “riset” di dunia kepenulisan bisa lebih luas. Ada penulis yang perlu kuliah 4 tahun baru menggunakan pengalaman dan ilmu kuliahnya untuk mengonstruksi novelnya. Ada penulis yang mewawancarai kehidupan orang disabilitas untuk mendapatkan karakter novelnya. Ada penulis yang melakukan kebiasaan tertentu untuk memahami orang dengan karakteristik tertentu.
Maka dari itu, “riset” yang perlu dilakukan mungkin sebenarnya *sudah* kita lakukan. Banyak penulis awal yang berkenalan dengan “riset” berpikir bahwasanya riset itu susah dan menyebalkan. Padahal, dia sendiri, jika dia memperhatikan kehidupannya dan sekitarnya, sudah melakukan “riset” itu sendiri. Kalian bercakap-cakap dengan teman kalian tentang suatu hal? Itu bisa jadi “riset”. Kalian punya masalah dan mendapatkan solusinya, yes, itu “riset”.
Oke, apa hubungannya dengan 30 hari menulis? Dari awal judul materi adalah “Menulis Novel dalam 30 Hari”. Kalau memahami dengan jeli, mungkin paham kenapa judulnya bukan “Membuat” tapi “Menulis”, karena sebelum kita menulis novel kita, kita perlu melakukan “riset-riset” awal terkait cerita kita di luar dari 30 hari itu.
Cukup dengan riset, kita membongkar resep kedua. Setelah kita punya riset tentang apa yang kita akan tulis, kita perlu melakukan satu hal yang sering orang anggap remeh padahal penting: MULAI MENULIS.
basi ih, basi banget
ngapain dibahas gituan, kan semua orang tau harus mulai
Hal sederhana yang dianggap remeh itu sebenarnya masalah besar bagi sebagian penulis. Saya menemukan di menfess Twitter bahwasanya banyak pertanyaan “bakal suka gak kalau cerita tentang X”. Intinya, orang takut menulis sesuatu yang tidak akan memiliki pasar. Kita tahu tentang sesuatu secara pasti SETELAH kita memulainya. Maka dari itu, kita perlu memulai menulis setelah kita memiliki riset dasar yang menurut kita memadai. Jangan ragu untuk mengambil langkah pertama.
Oke, ada yang melemparkan pertanyaan "suka gak" dalam rangka riset, namun jangan sampai kala jawabannya tidak sesuai, itu menjadi _deterrent_. Bisa jadi jenis yang kita tawarkan tidak berada di tempat yang tepat.
Setelah kita bicara memulai, saya pasangkan dengan menamatkan/menyelesaikan. Salah satu quote sederhana adalah _finish what you have started_ (selesaikan apa yang telah kamu mulai), namun quote ini juga merupakan salah satu yang paling berat untuk dilakukan. Ada 1001 alasan untuk berhenti menulis cerita yang sedang berjalan. Namun, kalian hanya perlu 1002 alasan untuk melanjutkan, oh salah, satu saja sebenarnya:
“Karena aku akan menyelesaikan pekerjaanku.”
Nah, saya punya pertanyaan sederhana untuk diri kalian masing-masing:
“Lebih sering ide tidak tertulis (tidak memulai), atau cerita tertulis tidak terselesaikan (tidak menamatkan)?”
Untuk memulai menulis, kita harus menanggalkan rasa takut dan kebimbangan. Tuliskan saja dulu ide itu sebelum dia berakhir menjadi abu yang usang.
aih kak, susah, takut
susah kak
Dan ada yang bilang pekerjaan dengan tujuan besar itu gampang? Orang sukses membangun kesuksesannya bertahun-tahun, tidak semalam ^^
Oke. Setelah memulai sudah beres, bagaimana kita bisa mempertahankan diri supaya bisa selesai seperti ekspektasi kita yaitu 1 bulan?
Writer Block kak! [4]
Stuck kak! [4]
Sibuuuuuuukkkkkkk!
Banyak kendala muncul sebelum dan sesudah cerita di mulai. Ini adalah hal wajar dalam kepenulisan. Sebenarnya, solusi dari semua permasalahan itu kembali ke dua hal: niat dan konsistensi. Makanya di awal saya bilang luruskan niat, hehehe.
Perkara konsistensi adalah perkara yang ... mudah susah-susah. Kok susahnya yang banyak? Ya memang begitu. Kebiasaan itu terbentuk dengan estimasi rata-rata 66 hari, alias 2 bulan lebihin DIKIIIIIIT [5]. Kalau apes ya bisa sampai nyaris setahun (254 hari) dan paling cepat 3 mingguan (18 hari). Di awal kita akan semangat lalu konsistensi kita akan diuji sebelum dia benar-benar terbentuk sebagai kebiasaan.
Apa tidak ada opsi untuk mempermudah kita membentuk kebiasaan menulis? Banyak kok sebenarnya.
Pertama, aku perkenalkan Trello [6] yang bisa digunakan untuk membantu kalian mengatur jadwal. Selain itu, ada pula Kalendar ponsel masing-masing yang bisa digunakan. Kalau kalian orang sibuk yang sibuknya (*katanya*) melebihi Pak Presiden, silahkan sisihkan waktu kalian yang memungkinkan, namun setidaknya konsisten. Dengan menggunakan sesuatu yang mudah dicek dan dilacak, kalian tidak akan lupa untuk menuliskan cerita keren kalian.
Kedua, kalian bisa siapkan tempat khusus untuk menulis cerita. Dari cerita-cerita yang saya tulis, mereka punya tempat spesifik yang saya luangkan sebagian besar waktu saya untuk menulis khusus cerita itu saja. Tempat yang nyaman dan konsisten bagi kalian untuk menulis mempermudah kalian mengeluarkan ide yang ada di benak kalian. Selain itu, buat akses menulis segampang mungkin. Semisal kalian menulis di Word, buat Word semudah mungkin diakses.
Ketiga, jangan beri jeda tanpa alasan yang benar-benar menghalangi. Meski sudah ada jadwal, ada saja alasan untuk TIDAK menulis. Kala kalian berhenti selama sehari atau dua hari karena *kesibukan negara*, maka selama itu pula tubuh kalian akan melakukan _reset_ terhadap kebiasaan kalian. Tulis saja meski hanya satu kalimat doang, meski ya tau sendiri lah kalau satu kalimat gak kelar sebulan. Maksudnya, kalau ide sedang bersinar, tulis sebanyak mungkin, dan kala sendat, tetap tulis meski sedikit supaya jangan berlarut-larut seperti perasaan kepada doi yang tidak berbalas. Lebih bagus lagi kalau bisa setiap hari setidaknya 1.334 kata. Ingat, Novel itu kalau ikut teorinya MINIMAL 40.000 kata.
Menulis novel adalah maraton, bukan lomba lari. Kalian perlu jaga semangat dan tenaga hingga selesai. Jangan dikuras semuanya di awal. Maka dari itu, konsisten adalah kuncinya. Dan tentunya, lebih mudah konsisten kala kita punya niat yang lurus.
Sekian. Terima kasih.
Referensi:
[1]https://manuscriptagency.com.au/word-count-by-genre-how-long-should-my-book-be/
[2]https://gaya.tempo.co/read/670749/andrea-hirata-butuh-waktu-lama-tuntaskan-novelnya-mengapa/
[3]https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian
[4] https://glints.com/id/lowongan/cara-mengatasi-writers-block/
[5]https://www.healthline.com/health/how-long-does-it-take-to-form-a-habit#takeaway
Komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar!
Posting Iklan Promosi (kecuali promosi blog) tanpa komentar ke subjek akan dihapus.