[CATATAN PRIBADI] SJY 182: Analisis Awal dengan Data Minimal
Sebelumnya, ini adalah analisis pribadi, dan tidak untuk digunakan sebagai sumber resmi. Saya menekankan pula bahwa ini adalah sebuah kecelakaan yang tentu memakan korban, dan ada mereka yang berduka.
Turut berduka cita atas peristiwa SJY182. Semoga amal ibadah semua korban diterima di sisi-Nya. Semoga keluarga dan kerabat diberikan kekuatan dan ketabahan.
Apabila kalian merupakan keluarga atau kerabat korban, saya dengan hormat memohon anda menutup tab ini apabila anda masih tidak nyaman dengan peristiwa ini. Kehilangan orang terkasih bukanlah hal sepele, maka dari itu jangan memaksakan diri anda.
JANGAN DISEBARKAN SEBAGAI INFORMASI RESMI TERKAIT KECELAKAAN SJY182! INI HANYALAH ANALISIS PRIBADI SAYA.
Baiklah. Saya perlu mulai bahwasanya saya bukanlah aviation engineer alias teknik kedirgantaraan. Ilmu saya terhitung cetek dalam hal bagaimana pesawat dan strukturalnya bekerja. Yang pernah saya pelajari hanyalah segudang episode dari Air Crash Investigation (Mayday). Saya di sini hanyalah membuat asumsi minimal saja dengan semua ilmu cetek saya. Harapannya, mungkin bisa membuat asumsi yang cukup berlandasan.
Data yang saya pakai adalah data dari Flight Radar, yang tentunya tidak sebanding dengan KNKT yang memiliki akses ke VCR dan FDR dari pesawat asli (ya saat mereka menemukannya). Selain itu, ini dibuat saat masih semuanya bersifat spekulatif, alias beberapa jam pertama kecelakaan diumumkan. Saya akan mencoba membuat follow-up dengan analisis dari KNKT yang bisa berkontribusi, dan mungkin jika final report sudah keluar kita bisa cek seberapa dekat antara analisis ini dengan hasil akhir yang ada.
Untuk memulai, saya menganalisis penerbangan SJY182 dan penerbangan sebelumnya, SJY 73. Data mencolok di kedua penerbangan ini, dari Flight Radar, adalah data ketinggian sebagai berikut:
SJY73: 104 - 101 - 94 - 92 - 89 (dibulatkan) [flight level]
SJY182: 107 - 89 - 81 - 54 - 3 (dibulatkan) [flight level]
Spekulasi terkait SJY73 awalnya membuat saya terlalu terfiksasi, namun kala melakukan crosscheck dengan data dari platform lain (Flight Aware), saya rasa data SJY73 sebenarnya tidak terlalu relevan. Dalam rekaman Flight Radar sendiri, ada interval 30 detik (mendekati) dari pengambilan data antara 101 dan 94, yang bagi saya janggal.
Ini data dari SJY73 yang saya sebut janggal. Ada yang mengatakan ini manuver awan (dan harapan saya benar demikian), dan ada yang memberikan saya penjelasan kemungkinan offset kala pengambilan data, yang saya ragukan.
Jika benar adanya data kejadiannya seperti ini DAN bukan manuver awan, maka janggal dengan lekukan yang terlihat pada grafik tersebut. Ada kemungkinan sebuah fault yang masih overlooked dan kemungkinan relevan di penerbangan berikutnya (fated flight).
Sekarang, berfokus pada data SJY182, dari cuaca (saya ambil dari Windy.com), hingga pesawat itu sendiri (Flight Radar). Pertama, untuk cuaca:
Angin: 9-12 knot
Hembusan Angin: 18-22 knot (ini saya ambil 20, setara dengan 37 km/h)
Dan menurut pemahaman saya dengan cuaca, seingat saya pesawat di desain untuk menahan hembusan angin hingga 33 knot, dan angin yang dialami pada area tersebut tidak terlalu besar. Memang, di tengah Laut Jawa pada jam tersebut ada cuaca ekstrem, tapi terlalu jauh untuk mempengaruhi penerbangan.
Dari sini, saya membuang kemungkinan faktor cuaca buruk. Maka, saya beralih ke data pesawat. Apakah ada data pesawat yang janggal?
SJY182: 107 - 89 - 81 - 54 - 1 (dibulatkan)
Lebih persisnya:
Ketinggian SJY182: 10.725 - 8.950 - 8.125 - 5.400 - 250 (satuannya feet)
Kecepatan SJY182: 287 - 224 - 192 - 115 - 358 (satuannya knot)
Data ini, jika hitungannya tepat, semua terjadi dalam 25 detik.
Dapat dipastikan, kecepatan pesawat sangat tinggi saat mencapai laut (impact hit). Kemungkinan besar, pada momen terakhir mengalami pergerakan yang menyerupai sebuah elipsis (bukan garis-garis seperti di Flight Radar, karena FR hanya menangkap jepretan setiap beberapa detik). Dan ini logis dengan derajat pesawat di peta dari momen 10.000 kaki menuju ke momen terakhir.
Sebenarnya, sempat kepikiran apakah pesawat mengalami pembekuan di kunci gerakan (sebuah fenomena di beberapa model lama yang seharusnya sudah fixed semenjak 1990-an), dan mengingat usia pesawat ini nyaris 30 tahun, saya sempat memikirkannya. Pembekuan yang saya maksud di sini adalah bagaimana pesawat tiba-tiba terkunci dari manuver ke satu sisi (semisal ke kanan) karena pembekuan pada bagian rudder. Detilnya kalau mau wikipedia, bisa di cek di Boeing 737 Rudder Issue. Namun, Boeing sudah lama menambal isu ini, dan seharusnya, by 2021, sudah tidak ada lagi isu ini. Model yang terpengaruh rata-rata 737-200 dan 737-300, bukan 737-500.
Mungkin ada yang akan mengatakan MCAS, namun ini Boeing model lama, bukan model baru. Boeing yang memakai MCAS sejauh ini hanya 737 MAX yang kita tahu semuanya dibekukan izin penerbangannya.
Nah, lalu apa konklusi yang kita bisa raih dengan informasi minim ini? Saat ini, yang bisa dilihat adalah terkait track record maintenance Sriwijaya Air bagaimana, karena sejauh ini bisa di rule-out faktor cuaca.
(DITAMBAHKAN KEMUDIAN SEBELUM DI POSTING)
Analisis cuaca saya ternyata mengalami kesalahan, dimana saya lupa meng-account hujan dengan benar. Saya kira tidak hujan sewaktu cek di Windy karena intensitas hujannya sekilas terlihat nol, namun berita Kumparan membantah analisis saya terkait cuaca tidak terlalu berpengaruh. Hujan dan petir SANGAT berpengaruh, seperti kecelakaan Garuda Indonesia di Bengawan Solo akibat ice-buildup dari hujan lokal di mesin pesawat, atau kejadian Air France 447 yang mengalami pembekuan pitot tube.
Saya akan coba analisis ulang data cuaca untuk analisis kedua. Saya melakukan ini sebagai cara memuaskan rasa penasaran sambil menunggu informasi resmi lebih lanjut, karena banyak hal sains yang bisa dipelajari (kembali).
Komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar!
Posting Iklan Promosi (kecuali promosi blog) tanpa komentar ke subjek akan dihapus.