Mencoba Menghapus Jejakmu
Terus melangkah maju, mencoba melupakan semua yang berlalu. Namun, entah mengapa luka itu tetap ada meski aku ingin melupakan. Semua itu seakan hanyalah hari kemarin saat luka itu mulai merebak, meski aku menutupnya dengan semua tawa. Semua hanyalah seperti kaset tua yang terus diputar berulang kali dalam bayangan.
Oh, dan lucunya aku di sini yang dibutakan. Betapa bodohnya mencoba untuk melarikan diri dari kenyataan. Meskipun semua telah berlalu, namun hujan tak kunjung menghapuskan jejakmu. Aku hanyalah menipu diriku sendiri dan melakukan distraksi yang sebenarnya tidak perlu.
Ya, aku hanya berlari dalam sebuah bayangan. Tujuan hidupku sudah samar hingga aku tenggelam dalam kebingungan. Harapan seakan tiada namun kusamarkan dengan seribu impian palsu dalam mimpi yang mengganggu.
Selalu ku tafsirkan dalam harapanku bahwasanya aku tidak ingin semua terjadi. Entah terkadang berharap aku tidak diberkahi dengan ilmu yang sekarang ku miliki, apalagi ilmu yang membuatku sekarang diberikan penghormatan atasnya. Ingin menjadi bayangan yang tiada namun sisi lainku mengejar keagungan yang besar tanpa ujung langit. Seperti dipatahkan dari dua sisi.
Ingin menghilang dari tatanan dan kembali merenungi semuanya, namun aku tidak punya kebebasan itu. Seakan putaran kesibukan terus mengalir, layaknya badai yang tak pernah berhenti seperti kata salah satu seniorku, dan aku setujui kalimat itu. Luka dari badai yang lalu tidak pernah sembuh, sementara badai baru terus menerjang.
Langit hanya muncul sebentar sebelum badai yang lebih besar, sangat benar sekali. Mencoba ingin menikmati langit hanyalah kesia-siaan. Aku terjebak dalam badai tanpa henti. Dalam badai aku tidak bisa mencari arahku. Jejakmu serasa mengikuti meskipun semakin samar. Jejakmu selalu ada di belakangku meskipun aku tahu arahmu sudah berlawanan denganku.
Aku tidak tahu apakah kamu masih menungguku, namun hanya itu yang jadi pegangan kecil yang aku sendiri bahkan sudah tidak yakin. Apa kabar di sana?
Oh, dan lucunya aku di sini yang dibutakan. Betapa bodohnya mencoba untuk melarikan diri dari kenyataan. Meskipun semua telah berlalu, namun hujan tak kunjung menghapuskan jejakmu. Aku hanyalah menipu diriku sendiri dan melakukan distraksi yang sebenarnya tidak perlu.
Ya, aku hanya berlari dalam sebuah bayangan. Tujuan hidupku sudah samar hingga aku tenggelam dalam kebingungan. Harapan seakan tiada namun kusamarkan dengan seribu impian palsu dalam mimpi yang mengganggu.
Selalu ku tafsirkan dalam harapanku bahwasanya aku tidak ingin semua terjadi. Entah terkadang berharap aku tidak diberkahi dengan ilmu yang sekarang ku miliki, apalagi ilmu yang membuatku sekarang diberikan penghormatan atasnya. Ingin menjadi bayangan yang tiada namun sisi lainku mengejar keagungan yang besar tanpa ujung langit. Seperti dipatahkan dari dua sisi.
Ingin menghilang dari tatanan dan kembali merenungi semuanya, namun aku tidak punya kebebasan itu. Seakan putaran kesibukan terus mengalir, layaknya badai yang tak pernah berhenti seperti kata salah satu seniorku, dan aku setujui kalimat itu. Luka dari badai yang lalu tidak pernah sembuh, sementara badai baru terus menerjang.
Langit hanya muncul sebentar sebelum badai yang lebih besar, sangat benar sekali. Mencoba ingin menikmati langit hanyalah kesia-siaan. Aku terjebak dalam badai tanpa henti. Dalam badai aku tidak bisa mencari arahku. Jejakmu serasa mengikuti meskipun semakin samar. Jejakmu selalu ada di belakangku meskipun aku tahu arahmu sudah berlawanan denganku.
Aku tidak tahu apakah kamu masih menungguku, namun hanya itu yang jadi pegangan kecil yang aku sendiri bahkan sudah tidak yakin. Apa kabar di sana?
Komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar!
Posting Iklan Promosi (kecuali promosi blog) tanpa komentar ke subjek akan dihapus.