Essay Penerapan UU ITE di Indonesia



Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, disingkat UU ITE, disahkan pada tahun 2008 dan kembali mengalami revisi pada tahun 2016. UU ITE disusun untuk memberikan pemerintah ruang untuk meregulasi informasi dan transaksi elektronik (terutama online) di Indonesia agar tidak terjadi pelanggaran hukum seperti transaksi ilegal, perjudian, pelecehan seksual dan lain sebagainya, tanpa sepenuhnya menghapuskan kebebasan berpendapat yang telah di jamin oleh konstitusi (UUD 1945 Pasal 28E). Hal ini ditegaskan pada UU RI No 19 Tahun 2016 (revisi UU ITE) yang menyatakan bahwa penyadapan (salah satu proses untuk melaksanakan hukum) merupakan hal sensitif karena melanggar hak asasi manusia, sementara penyadapan sendiri perlu dilakukan untuk kepentingan hukum, sehingga UU ITE diperlukan sebagai garis tengah antara dua aspek tersebut. Di UU yang sama, ditegaskan bahwa UU ITE bersifat delik aduan, sehingga pelaksanaan UU ITE hanya akan terjadi jika ada pengaduan dari yang bersangkutan ke pengadilan, tidak dilakukan langsung oleh hukum. Secara teoritis, UU ITE seharusnya sudah menjawab permasalahan yang terjadi di dunia cyber di Indonesia. Namun, fakta lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan UU ITE ini sendiri masih belum terlalu nampak, dimana banyak pelanggaran UU ITE yang tidak terselesaikan di lapangan. Dan meskipun telah dirancang sedemikian rupa, penerapan undang-undang ini masih terbilang minimal. Menyebarnya berita palsu/bohong (hoax) terus merajalela meskipun UU ITE telah menyatakan dalam Pasal 28 ayat 1 bahwa penyebaran berita bohong dapat menyebabkan pembawa berita dikenakan sanksi pidana. Parahnya, berita-berita palsu ini seringkali dibiarkan begitu saja karena sistem delik aduan yang ada, membuatnya mengalir bagaikan ombak yang menghantam setiap media sosial, meskipun berita-berita seperti ini dapat merugikan berbagai pihak yang terlibat dalam berita tersebut jika mereka tidak mengetahui dan menanganinya dengan cepat. Pengetahuan masyarakat terhadap undang-undang ini juga terbilang kurang. Ini dibuktikan dengan banyaknya orang yang menyebarkan berita tanpa memeriksanya kembali dan seringkali terjadi cyberbullying (kegiatan bully di dunia maya), yang merupakan bagian dari pelanggaran UU ITE. Dengan sistem delik aduan dan kurangnya pengetahuan sebagian besar masyarakat tentang UU ITE secara menyeluruh, seringkali pelanggaran UU ITE “lepas radar” dan tidak terselesaikan dengan baik. Untuk membuat pelaksanaan UU ITE lebih baik, masyarakat perlu diberikan edukasi tentang berita hoax, tata cara penggunaan informasi dan transaksi elektronik dan juga tentang undang-undang informasi dan transaksi elektronik. Masyarakat juga harus aktif dalam melaporkan pelanggaran UU ITE dimana mereka terkena dampaknya, agar pelanggaran UU ITE tidak berlalu begitu saja. Dengan demikian, maka UU ITE akan lebih berdampak terhadap kehidupan di masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa UU ITE dibuat untuk menjaga stabilitas negara dengan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengadakan penyelidikan, penyadapan, pengawasan dan segala bentuk tindakan hukum terhadap informasi dan transaksi elektronik, sekaligus menjamin hak-hak WNI dalam menggunakan internet dan melakukan transaksi secara elektronik dengan memberikan batas-batasan pada pemerintah. Dengan adanya UU ITE, pemerintah akan memiliki kemampuan untuk mengontrol informasi yang beredar tapi tidak mengekang informasi yang beredar di publik. Namun, selama edukasi dan keaktifan masyarakat belum tinggi dan pemerintah kurang mensosialisasikan kebijakan ini agar terlaksana dengan baik, maka pelaksanaan UU ITE akan terhambat.


Referensi Essay :

http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2016/12/UU-Nomor-19-Tahun-2016.pdf

http://boyloy.blogspot.co.id/2012/04/delik-aduan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[HOAX] Pesan Juru Kunci

Daftar Enzim Pencernaan, Letak dan Fungsi

Typeform : Membuat Formulir dengan Mudah!